Santri Putra dan Putri PPDM |
Kondisi masyarakat wilayah Aceh Singkil di bidang agama pada tahun
empat puluh sampai limah puluhan (1940 – 1950 M) sangat memprihatinkan.
Bidang aqidah misalnya, masih banyak masyarakat kala itu yang memiliki
keyakinan animisme dan mistiksisme. Masih banyak masyarakat yang
memuja-muja pohon, sungai dan lain sebagainya. Bidang syari’ah,
mayoritas umat saat itu belum bisa baca Alquran apalagi membaca kitab.
Demikian pula di bidang moral, kehidupan masyarakat masih mirip dengan
kehidupan di hutan rimba. Masih menjadi tradisi ketika itu orang
melakukan praktek santet-santetan, dukun-dukunan dan lain sebagainya. Di
bidang pendidikan, hampir tidak ada Madrasah yang beroperasi secara
formal dan Non Formal. Pada saat dan situasi sedemikian rupa, Bahauddin
Tawar muda memiliki keinginan besar bagaimana caranya merubah situasi
dan kondisi yang sedang rusak parah saat itu. Maka timbullah
keyakinannya untuk berangkat dan berkelana mencari ilmu pengetahuan
Agama. Pertama sekali beliau singgah di pesantren Darussalam Labuhan
Haji Aceh Selatan di bawah asuhan Syech Muhammad Wali Al Khalidi (lahir
1916M wafat 1961M). Selama lebih kurang 12 tahun (1947 s/d 1958) beliau
belajar di pesantren ini.
Abuya Tanah Merah Aceh Singkil |
Sekembalinya dari pembelajaran yang langsung beliau terima dan teguk
ilmunya dari Syech Muda Muhammad Waly Al Khalidy tersebut beliau
bertekad untuk mendirikan pondok tempat masyarakat belajar Ilmu
Pengetahuan agama Islam. Desa Seping kecamatan Simpang Kanan Kabupaten
Aceh Selatan kala itu, adalah saksi bisu lahirnya pondok tersebut yang
beliau namakan “Pesantren Darul Muta’allimin” pada tahun 1958M. Setelah
beroperasi lebih kurang tiga (3) tahun, dan pernah mendapat kunjungan
istimewa dari sosok gurunya Abuya Syech Muhammad Waly Al
Khalidy, tepatnya pada tahun 1959M, karena situasi dan kondisi daerah
yang tidak memungkinkan, maka pada tahun 1962M pendiri pesantren ini
(Abuya Bahauddin Tawar yang akrab disapa Abuya Tanah Merah) hijrah ke
suatu daerah yang belum memiliki masyarakat layaknya sebuah kampung atau
desa yang berjarak lebih kurang sepuluh (10) km dari tempat pertama.
Beliau bersama istri (Umi Khadijah) dan anak pertamanya (Ustzh.
Nurlaila) serta beberapa keluarga pindah menuju satu daeran yang beliau
namakan dengan Desa Tanah Merah. Di Desa ini Pesantren Darul
Muta’allimin periode kedua didirikan kembali. Sarana dan prasarana
belajar dibuat ala kadarnya dengan swadaya masyarakat stempat dan umum
bersama-sama dengan santri.
Secara administratif pesantren ini terdaftar di Kantor Kementrian
Agama Provinsi Aceh berdiri dan beroperasi pada tahun 1962 M bertepatan
dengan 1383 H. Untuk lebih meningkatkan keberadaan pesantren, maka pada
tahun 1985M didirikanlah yayasan yang diberi nama Yayasan al-Mukhlishin
Pesantren Darul Muta’allimin Tanah Merah dengan komposisi organisasi
sebagai ketua yayasan tetap dipegang oleh pendiri pondok ini, Syech
Bahauddin Tawar atau yang lebih akrab disapa Abuya Tanah Merah.
Dengan semangat juang yang tinggi, serta pengabdian yang sangat
tulus, pesantren Darul Muta’allimin hari ini telah menjadi ikon agama
bagi pendidikan pesantren di daerah Aceh Singkil dan Pememerintah Kota
Subulussalam. Dengan jumlah santri sarta alumni yang sudah mencapai
tidak kurang dari sepuluh ribu alumnus yang tersebar pada pelosok negeri
ini. Dan tidak kurang dari seratus (100) cabang maupun ranting
berbentuk madrasah dan pesantren yang terlahir dari pondok pesantren
Darul Muta’allimin yang berada di daerah Kabupaten Aceh Singkil dan
Pememerintah Kota Subulussalam.
Pesantren ini adalah buah dari cita-cita serta semangat perjuangan
dari seorang ulama kharismatik Aceh Singkil Syech Bahauddin Tawar. Darul
Muta’allimin adalah sebuah filosofis hidup Syech Bahauddin Tawar. Tiada
hari tanpa pendidikan Islam. Itulah yang beliau lakonkan dalam
kehidupannya sehari-hari. Nyaris tak ada pembicaraan selain bagaimana
meningkatkan pendidikan Islam di daerahnya.
Sumber : http://www.santridayah.com (Kontributor Santri Dayah Aceh Singkil, Ustaz Umma Abidin, S.PdI)
Posting Komentar